A R A S T I
Oleh
: Arief Maulana Azzahri
Langit
cerah. Ada awan berpareidolia seekor burung disana. Dan ada burung asli juga. Arasti
menatapnya dalam, sambil berbaring pada taman bunga.
“coba
bayangkan kalau tak ada langit di atas sana. Mimpi takkan bisa terbang bebas,” katanya.
Ia
berdiri dan dikembangkannya tangan, ditutupnya mata, dan dikepak-kepak
tangannya. Terbanglah ia dalam mimpinya, pikirnya. Jadi burung ia, girang
gembira. Tawa poranya bebas beterbangan
tanpa ragu. Menjadi awan dan menggelintirkan hujan rintik pada bunga kering.
Menjadi pelangi ia, mengalirkan keindahan dan jalan harapan pada setiap mimpi
yang mengambang dilangit. Menjadi matahari ia, memancarkan keteguhan pada
setiap mimpi yang hampa. Begitu tentang Arasti yang lembut pada hujan musim
kering kerontang. Matanya punya pandangan yang ceria dan optimis. Arasti yang
ambisius, namun juga cemberut, begitulah dia bila kebebasannya terganggu oleh bel
pertanda masuk kelas. Katanya sebelum meninggalkan mimpi dan langit sendirian
diluar kelas : “tunggu aku disana, mimpi, aku akan menjemputmu sehabis pulang
sekolah,”...........................