Sepuluh keliling rak
telah aku putari. Belum puas rasanya. Pada rak sepuluh aku berhenti. Sebuah
buku Terang Bulan ditangan kiriku tak seterang suasana hatiku. Sudah berapa
waktu juga aku coba hilangkan dan mau tidak mau berdatangan juga hari yang
lalu. Bayang-bayangmu. Aku memejam mata, aku ingat ketika itu, saat aku membuka
mata kutemukan dirimu pas disampingku sedang mengorek-orek buku-buku yang
berantakan di rak itu. Aku masih tidak begitu peduli. Sampai kau bertanya
padaku. “hei kamu, maukah kamu membantuku?.” Pintamu. “hei.. tentu, apa yang
mau dibantu?.” Jawabku polos. Kau pun mengatakan.”maukah kamu mendengarkan
ceritaku?.” Aku hanya tersenyum...
Memang salah ku benar waktu itu. Tidak aku catat
benar-benar apa yang aku katakan padamu. Tapi sudah terlampau lama kau rasai,
dan sepi tak hingga. Tidak kutemukan bahasa rindumu lagi dan wajahmu yang
bertumpu separuh tangan. Rindumu sebelum waktu ini: “tahu kah kamu?.” Tanyamu.
“tahu apa?.” Aku balik bertanya. “saat aku rindu padamu, aku bisa membuat
seribu puisi rindu.” Katamu. “lalu aku bisa apa?.” Tanyaku lagi. “kamu bisa
membacanya, untukku.”


