Jumat, 08 Agustus 2014

Kumpulan puisi : cahaya sebatang kara

Patah
oleh arief maulana azzahri

Aku di dalam cermin
Cermin daripada Engkau
Aku di dalam kartu
Kartu daripukau
Di atas meja peraduanku ada Engkau menancap taring
Mengait gapai
Bait demi bait langkah waktuku
Dari darahku darahair mata barah
                Aku redup
                Aku kerdip
                Aku bisu
                Aku beku
                                                Serah
Pintu batu rayu memburu
Dibalik pintu beratus juta ribu sangsai
                Siapa pintu kalau bukan buka
                Siapa luka kalau bukan derita
                Siapa tangis kalau bukan resah
                Siapa dalam kalau bukan air mata
                Walau mata tajam membelah angin rindu
                Walau mulut sedalam ucap jatuhkan tuah
                Walau tangan dapat lambai dapat peluk dapat salam dapat pukul dapat termengu
                Walau tubuh dapat tidur meniduri dapat kenyang lapar
                Walau hati perkata-kataan yang paling jujur
                Tapi aku meletus letus sampai lembah raguku
                Derainya nafas berpacu-pacu mendaki-daki debu lukaku luka dariMu

/2/
gunung-gunung diamku
gunung-gunung risauku
gunung-gunung jari genggamku
gunung-gunung daging igauku
bertangga-tangga nestapa
sampai entah dimana tadahku
bertahun mengecup mimpi
menaklukkan jam tiga enam sembilan dua belas
terkekeh menit detik memanjat air mata
segala tanam derita dalam darah tanam nama dalam kelam tanam jalan dalam cabang tanam kasih sedalam teduh tanam janji sedalam gumam malam gulita kasihku mengucap-ucap Kau  dimana?siang cekik pekik jantungku menggebu-gebu Kau bagaimana?berpilin-piling nadi seperti tali menekak leher waktuku Kau mengapa?gugur usiaku memanggilmu Kau kapan?
Sedalam mata pejam peram penat tak jua Kau
Sedalam tangan mengais-ngais tak Kau jua
Sedaging berbukit-bukit rindu menusuk aku masih kehausan
Aku lapar menanti mengigil jari-jari menampung
Kemana pintu Kau ku raba
Tubuhku telah bermandi tahun menahun keriput suara parau ku padaMu
Kasih beribu gerak
Mencabik-cabik


/3/
                rambut tujuh keliling menampung sungai deras renung
                wajah merah berlipat lipat jatuh tanah resah menimbun kata
                tangan mengais tangis bercucur hancur
                jantung berdenyut kecut terserak pahitnya sampai melambai
                perut jadi gendut seperti rahim hamil peram duri
                kaki berseret-seret beralas batu tajam dari ngiluku
                waktu telah ku kembalikan
                hati telah dicurahkan
                janji telah di sematkan
                sujud telah bungkuk dalam
                zikir dan doa telah menghujani depan
                tapi mengapa air terus tulus jadi air mandi air minum air mata air wudhu    


/4/
dengan jantung paling gantung dengan hati paling menanti dengan urat paling ikat dengan rindu paling ngalir dengan resah paling risau dengan aku yang paling masuk akulah hujan beribu jatuh akulah tusuk beribu malam akulah rasa yang beribu paling penuh segala beri
berjinjing anjing anjing babi butaMu
sayat menyayat di telapak kaki jejak

kata-kataku membilang patah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar